Madiun merupakan daerah yang penuh
sejarah dan kaya akan kebudayaan, selain dikenal sebagai kota pusat
industri kereta api, penghasil brem, sambal pecel,
dan monumen Kresek yang didirikan karena peristiwa pemberontakan PKI
tahun 1948, ternyata tidak banyak yang tahu bahwa Madiun juga memiliki
kesenian Dongkrek.
Dongkrek merupakan perpaduan antara seni
musik dan gerak tari asli dari daerah kabupaten Madiun. Sayangnya,
karena kurang publikasi dan pembinaan, kesenian ini terkesan tenggelam dan kalah pamor dari kesenian Reog Ponorogo.
Asal Muasal Seni Dongkrek
Seni Dongkrek lahir pada sekitar tahun
1867 di Kecamatan Caruban yang saat ini namanya berganti menjadi
Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun. Dongkrek dipopulerkan pada tahun
1910 oleh Raden Bei Lo Prawirodipura yang saat itu menjadi demang (jabatan setingkat kepala desa) yang membawahi lima desa di daerah Caruban.
-
Pagebluk atau Epidemi Wabah Penyakit
Konon pada sektitar tahun 1879 rakyat
Desa Mejayan terkena wabah penyakit mematikan. Menderita sakit saat
siang dan sorenya meninggal. Atau, sakit pada pagi hari, malam harinya
seketika meninggal dunia. Dalam kesedihannya Raden Prawirodipuro
melakukan meditasi dan bertapa di wilayah gunung kidul Caruban. Ia kemudian mendapatkan wangsit untuk membuat semacam tarian atau kesenian yang mampu mengusir balak.
Wangsit yang didapat
menggambarkan para punggawa kerajaan roh halus atau pasukan genderuwo
menyerang penduduk Mejayan akan dapat diusir dengan menggiring mereka
keluar dari desa. Maka, dibuatlkan semacam kesenian yang melukiskan
fragmentasi pengusiran roh halus yang membawa pagebluk tersebut.
-
Komposisi Pemain Dongkrek
Komposisi pemain fragmen satu babak pengusiran roh halus terdiri dari barisan buta (dari bahasa Jawa yang
berarti buto atau raksasa), orang tua sakti, dan dua perempuan paruh
baya. Perempuan ini menyimbolkan kondisi rakyat yang lemah karena
dikepung oleh para pasukan buta Kala. Sebelum pasukan buta berhasil
mematikan para perempuan, muncul sesosok lelaki tua sakti yang dengan
tongkatnya berhasil mengusir para barisan roh halus untuk pergi menjauh.
Selanjutya terjadi peperangan cukup
sengit antara rombongan buta dengan orang tua sakti, yang dimenangkan
oleh si lelaki sakti. Rombongan butayang kalah akhirnya menurut dan
patuh. Si orang tua sakti yang didampingi dua perempuan menggiring
pasukan buta Kala keluar dari Desa Mejayan. Sirnalah pagebluk yang
menyerang rakyat Desa Mejayan selama ini.
Tradisi ini kemudian menjadi ciri
kebudayaan masyarakat Caruban dengan sebutan Dongkrek, yaitu satu
kesenian yang menyiratkan pesan bahwa setiap maksud jahat akhirnya akan
lebur juga dengan kebaikan dan kebenaran, hal ini sesuai dengan moto sura dira jaya ningrat, ngasta tekad darmastuti.
Asal Bunyi Alat Musik Dongkrek
Masyarakat pada waktu itu mendengar
musik dari kesenian dongkrek ini berupa bunyian ’dung’ yang berasal dari
beduk atau kendang dan ’krek’ dari alat musik yang disebut korek. Dari
bunyi ’dung’ pada kendang dan ’krek’ pada korek inilah kemudian muncul
nama kesenian Dongkrek.
Alat korek berupa kayu berbentuk bujur
sangkar dengan satu ujungnya terdapat tangkai kayu bergerigi yang saat
digesek berbunyi ’krek’. Dalam perkembangannya digunakan pula alat musik
lain berupa gong, kenung, kentongan, kendang, dan gong berry sebagai
perpaduan budaya Islam, budaya Cina, dan kebudayaan masyarakat Jawa pada
umumnya.
Topeng Penari Dongkrek
Dalam tiap pementasan Dongkrek, para
penari akan menggunakan tiga jenis topeng, yaitu topeng raksasa atau
buta dengan muka seram, topeng perempuan yang sedang mengunyah kapur
sirih, serta topeng orang tua lambang kebajikan.
Masa Kejayaan
Kesenian Dongkrek
mengalami masa kejayaan sekitar tahun 1867 – 1902. Setelah itu
perkembangannya banyak mengalami pasang surut kejayaan seiring
pergantian kondisi politik di Indonesia.
Dongkrek sempat dilarang oleh pemerintah Belanda untuk dipertontonkan
dan dijadikan pertunjukan kesenian rakyat. Saat masa kejayaan Parta Komunis Indonesia (PKI) di Madiun, kesenian ini dikesankan sebagai kesenian genjer-genjer yang sengaja dikembangkan untuk memperdaya masyarakat umum.
Dongkrek Masa Kini
Sangat disayangkan kesenian Dongkrek ini
kurang populer bahkan di masyarakat Madiun sendiri. Banyak yang tidak
mengetahui mengenai kesenian satu ini. Itulah kenapa pada tahun 1973
Dongkrek coba kembali digali dan dikembangkan oleh Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Madiun dan Propinsi Jawa Timur. Tahun 1980 kembali
diadakan garap tari oleh Suwondo, Kepala Seksi Kebudayaan Dinas P dan K
Kabupaten Madiun. Namun, kemudian semakin lama kesenian Dongkrek ini
semakin tenggelam dan menjadi tak terkenal.
Pada tahun 1996 Pemerintah Kabupaten
Madiun pernah melaksanakan Festival Dongkrek di tingkat kabupaten dengan
hasil yang menggembirakan. Pada tahun 2002 Dongkrek diikutkan pada
festival-festival di luar kota Madiun, termasuk Festival Cak Durasim,
Surabaya. Bahkan pernah pula tampil di Istana Negara.
No comments:
Post a Comment